TUGAS
ETIKA
DAN NILAI LINGKUNGAN
KONSEPSI
JEJAK EKOLOGIS DAN ETIKA LINGKUNGAN
OLEH
:
RADEN
SURAHMAT
12131011115
Dosen
:
Prof.
Dr. Ir. Supli Effendi Rahim, M.Sc
PROGRAM
PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
STIK
BINA HUSADA
PALEMBANG
2013
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dimulainya
otonomi daerah di awal tahun 2001, merupakan awalan barudalam perjalanan
kepemerintahan di Indonesia. Otonomi daerah memberikan kesempatan pada daerah untuk mengembangkan
potensinya bagi kesejahteraan seluruh masyarakat yang ada pada daerah yang
dimaksud. Pengembangan ini tentunya,
harus didampingi dengan kemampuan daerah untuk bisa menata kinerja
kepemerintahan, yang mendukung terjalinnya hubungan kesetaraan yang optimal
dengan masyarakat, selain juga harus pandai dalam pengaturan pemanfaatan sumber
daya alam (baik yang terbarukan ataupun tidak). Khusus untuk pengaturan
pemanfaatan sumber daya alam (“SDA”) yang terbarukan atau “renewable resources”
, pemerintahan di daerah harus mampu untuk merancang strategi jangka panjang,
dengan mengacu pada konsep-konsep pengembangan ekonomi yang berpijak pada
–salah satunya- konsep “jejak ekologi”.
Hal ini sangat penting, karena sebutan sumber daya alam terbarukan,
kadang bisa menjebak kita dalam memaknainya. Memang benar bahwa SDA dari kelompok ini (termasuk air,
keanekaragaman hayati, ekosistim hutan, ekosistim laut, kesuburan tanah dsb),
apabila sudah dimanfaatkan atau dipanen, dalam jangka waktu tertentu kuantitas
maupun kualitasnya bisa pulih
kembali.
Hutan yang rusak apabila dibiarkan dalam
selang waktu tertentu akan mulai “hidup” lagi secara bertahap, dengan melalui
proses suksesi dan “recovery”. Demikian juga dengan ekosistim
yang lain, misalnya laut ataupun sungai. Air yang tercemar, setelah melalui proses
siklus air bumi (yang merupakan salah satu siklus biogeokimia), akan suatu saat
muncul sebagai sumber air bisa dimanfaatkan kembali. Sayangnya, pengertian
konsep “terbarukan” tidak dibarengi dengan telaah secara rinci pada "“the
big picture” atau “gambaran besar” dari keberadaan dan ketersediaan sumber daya
tersebut di bumi ini. Kata “terbarukan” seakan-akan memberikan legitimasi dalam
pemanfaatan ataupun pemanenan sumber daya secara menerus (bahkan dengan laju
yang meningkat), demi pertumbuhan ekonomi, yang notabenenya adalah sebagai
suatu sistim “pemuas konsumsi”. Living Planet Report 2000, melaporkan bahwa
selama selang waktu 30 tahun terakhir kekayaan bumi akan sumber daya alam
terbarukan telah menurun sebesar 33%, padahal laju konsumsi manusia akan SDA
terbarukan naik 50 % dan terus naik. Ini berarti telah terjadi “ketekoran”
kekayaan bumi, alias “besar pasak dari pada tiang”, yang berarti laju
regenerasi ataupun “recovery” sumber daya terbarukan tidak sebanding
dengan laju pengambilannya
Suatu negara
yang kelebihan penduduk akan berdampak kepada tingkat permintaan pada hasil
sumber daya alam yang dapat berakibat kerusakan pada lingkungan. Dalam
membandingkan dampak manusia terhadap lingkungan di negara berkembang dan
sangat maju, kita melihat bahwa negara kelebihan penduduk terjadi ketika lingkungan
memburuk karena ada terlalu banyak orang. Sebaliknya, hasil kelebihan konsumsi
populasi dari gaya hidup berorientasi konsumsi di negara-negara sangat maju.
Kelebihan konsumsi populasi memiliki efek yang sama terhadap lingkungan sebagai
polusi kelebihan populasi orang dan degradasi lingkungan. Banyak negara-negara
makmur, negara-negara sangat maju, termasuk negara-negara Amerika, kanada,
jepang, dan sebagian besar eropa, menderita kelebihan penduduk. Negara Sangat
maju mewakili kurang dari 20% dari populasi dunia, namun mereka mengkonsumsi
secara signifikan lebih dari setengah dari sumber dayanya.
Bumi memiliki
tingkat keterbatasan sumber daya berkaitan
dengan jejak ekologi yang merupakan jumlah lahan yang dibutuhkan untuk
mendukung kebiasaan konsumsi atau dengan kata lain, berapa banyak dari bumi sumber daya yang digunakan
untuk mendukung gaya hidup.
Isu jejak ekologi telah diketahui selama
bertahun-tahun. Tapi dengan penduduk dunia terus meningkat dan sumber daya di
dunia terus berkurang, masalah ini sekarang menjadi salah satu masalah kritis. Di Amerika
Serikat, jejak Ekologi rata-rata penduduk yang khas adalah sekitar 24 hektar.
Itu adalah lebih dari negara lain di dunia. Jika kita menghitung jumlah
properti yang dibutuhkan untuk mendukung orang yang khas di dunia, itu akan
menjadi sekitar 4,5 hektar. Jadi, seperti yang Anda lihat, sebagai orang Amerika
kita mengambil saham kami dan banyak lagi.
Kebutuhan manusia terhadap apa yang diperlukan berhubungan
dengan perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya, tetapi bukan berarti
bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta (antroposentris). Lingkungan hidup
adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana organisme dan anorganisme
berkembang dan berinteraksi, jadi lingkungan hidup adalah planet bumi ini. Ini
berarti manusia, organisme dan anorganisme adalah bagian integral dari dari
planet bumi ini. Hal ini perlu ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap
seolah-olah mereka bukan merupakan bagian dari lingkungan hidup.
Secara entimologis manusia dan bumi sama sama
mempunyai akar kata yang sama dalam bahasa semit, yaitu disebut ‘dm, asal kata
adam (manusia) dan adamah, artinya tanah. Manusia adalah lingkungan hidup,
sebab dia mempunyai ciri-ciri dimana seluruh komponen yang yang ada berasal
dari alam ini, yaitu ciri-ciri fisik dan biologis. Di jaman moderen ini
teknologi dianggap mempunyai lingkungannya sendiri yang disebut (teknosfer)
yang kemudian dianggap mempunyai peran penting dalam merusak lingkungan fisik. Untuk
mempertahankan eksistensi planet bumi maka manusia memerlukan kekuatan/nilai
lain yang disebut ‘etosfer’, yaitu etika atau moral manusia. Etika dan moral
bukan ciptaan manusia, sebab ia melekat pada dirinya, menjadi hakikatnya. Sama
seperti bumi bukan ciptaan manusia. Ia dikaruniai bumi untuk dikelola dan
pengelolaan itu berjalan dengan baik dan bertanggung jawab sebab ia juga dikaruniai
etosfer.
Etika adalah hal yang sering dilupakan dalam
pembahasan perusakan lingkungan. Pada umumnya pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik ini cenderung langsung menggunakan fenomena-fenomena yang muncul di
permukaan dan kemudian mencari penyebabnya kepada aktivitas yang ada di sekitar
fenomena tersebut (misalnya: Logging, Pertambangan, Industri dll) sebagai
tersangka dan untuk mendukung kecurigaan tersebut digunakanlah bukti-bukti yang
dikatakan ilmiah, walaupun sering terjadi data yang dikemukakan tidak relevan. Pada
sisi lain pihak yang dituduh kemudian juga menyodorkan informasi atau data yang
bersifat teknis yang menyatakan mereka tidak bersalah, akibatnya konflik yang
terjadi semakin panas dan meluas, padahal kalau mereka yang berkonflik memiliki
etika yang benar tentang lingkungan hidup maka konflik yang menuju kearah yang
meruncing akan dapat dicegah.
Permasalahan tersebut pada umumnya disebabkan oleh
beberapa hal yaitu keserakahan yang bersifat ekonomi (materialisme), ketidak
tahuan bahwa lingkungan perlu untuk kehidupannya dan kehidupan orang lain serta
keselarasan terhadap semua kehidupan dan materi yang ada disekitarnya, atau
karena telah terjadi transaksi jiwa antara perusak lingkungan dengan
Mephistopheles, sehingga yang di kedepankan adalah meraih puncak-puncak nafsu
yang ada di bumi dan sekaligus mendapatkan bintang-bintang indah di langit atau
surga. Bukankah ini sesuatu yang ironis. Lingkungan bukanlah obyek untuk
dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab, tetapi harus ada suatu kesadaran
bahwa antara manusia dan lingkungan terdapat adanya relasi yang kuat dan saling
mengikat. Rusaknya lingkungan hidup akan berakibat pada terganggunya
kelangsungan hidup manusia. Karena itu setiap kali kita mengeksploitasi
sumberdaya mineral dari alam yang diciptakan oleh Tuhan, kita harus
memperhitungkan dengan seksama manfaat apa yang akan dihasilkannya bagi
kemaslahatan manusia. Dengan demikian pemanfaatan ini tetap dalam tujuan
transformasi menjadi manusia yang merdeka, cerdas, dan setara satu dan lainnya.
1.2 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui konsep jejak ekologi
2.
Untuk
mengetahui secara umum tentang etika lingkungan
3. Apa hubungan antara jejak ekologi dan etika
lingkungan?
4. Bagaimana
cara beretika terhadap lingkungan untuk mengatasi permasalahan jejak ekologis ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Jejak Ekologi
Sebagian orang pada bumi mungkin seperti kawan akrab yang
setiap waktu mengasihi. Sebagian orang pada bumi mungkin juga seperti orang yang
saling follow di twitter tapi tidak pernah saling mention.
Mungkin lupa, atau memang tidak begitu dianggap adanya. Padahal, semua orang
punya kebutuhan pada bumi. Maka idealnya semua orang haruslah mengasihi bumi.
Hanya saja, tidak semua orang tahu bagaimana caranya.
Memahami
jejak kaki ekologis (ecological footprint) hanya sebagian kecil saja
dari upaya mengenal bumi. Manusia pada bumi pun berlaku peribahasa yang
terkenal itu; tak kenal maka tak sayang.
Dengan menghitung Jejak Ekologis, kita bisa melihat tingkat
kemakmuran penduduk di suatu wilayah. Semakin besar Jejak Ekologis-nya, bisa
dikatakan penduduk di wilayah itu semakin makmur. Kemudian, dengan
membandingkan Jejak Ekologis dengan Biokapasitas, kita bisa melihat apakah
suatu wilayah mengalami defisit ekologis atau yang diistilahkan dengan “overshoot.”
Sederhananya, overshoot terjadi ketika nilai Jejak Ekologis melampaui
Biokapasitas.
Jika suatu wilayah mengalami overshoot, bagaimana
penduduknya tetap bisa hidup dengan nilai Jejak Ekologis yang tinggi? Well,
materi dan energi yang kita konsumsi kan tidak hanya didapat dari
wilayah yang kita tinggali. Bisa jadi kita hidup dengan disokong oleh
Biokapasitas wilayah lain yang sumberdayanya diambil kemudian disajikan
dihadapan kita. Dengan mengetahui ini maka kita akan ditarik ke dalam dimensi
lain dari konsep Jejak Ekologis, yaitu konsep pemerataan kesejahteraan.
Terbayangkah ketika jejak ekologis kita besar, maka yang “mengijinkan” kita
memiliki gaya hidup seperti saat ini adalah anak-anak kecil yang kelaparan di
Afrika sana
Dikaitkan dengan penataan ruang, hasil dari Jejak Ekologis
mungkin tidak akan memberikan rekomendasi yang memuaskan. Apalagi jika harus
dituangkan ke dalam kebijakan dan strategi pembentuk struktur dan pola ruang.
Ilmuwan Mathis Wackernagel mengembangkan konsep jejak
ekologis untuk membantu orang memvisualisasikan apa yang mereka gunakan dari
lingkungan. Menurut Wackernagel, setiap orang memiliki jejak ekologis, jumlah
atau lahan produktif, air tawar, dan laut yang dibutuhkan secara terus menerus
untuk memasok bahwa makanan orang, kayu, energi, air, perumahan, pakaian,
transportasi, dan pembuangan limbah. Tahun 2002 hidup planet Laporan yang
dihasilkan oleh para ilmuwan di dana satwa liar dunia, program Lingkungan PBB,
dan organisasi lainnya, menghitung bahwa bumi memiliki sekitar 11,4 milyar
hektar (28,2 miliar hektar) lahan produktif dan air. Jika kita membagi daerah
ini dengan populasi manusia global, ini menunjukkan bahwa setiap orang yang
dialokasikan sekitar 1,9 hektar (4,7 hektar). Namun, jejak ekologi rata-rata
global setiap orang adalah sekitar 2,3 hektar (5,7 hektar), yang berarti kita
manusia memiliki defisit ekologi kita telah melampaui jatah kami. Kita bisa
melihat rersults jangka pendek sekitar kita kerusakan hutan, degradasi lahan
pertanian, hilangnya keanekaragaman hayati, perikanan laut menurun, dan
kekurangan air lokal. Prospek jangka panjang, jika kita tidak serius menangani
konsumsi kita sumber daya alam, berpotensi bencan
Salah satu hasil dari kehancuran akhirnya milik bersama
adalah kepemilikan pribadi atas tanah, karena ketika setiap individu memiliki
sebidang tanah, itu kepentingan individu yang terbaik untuk melindungi tanah
dari penggembalaan ternak yang berlebihan. Kepemilikan pemerintah dan pengelolaan
sumber daya, karena wewenang pemerintah bisa memaksakan aturan tentang pengguna
sumber daya dan dengan demikian melindunginya.
Namun, banyak ahli berpikir bahwa kerusakan tersebut tidak
dapat dihindari karena ini, mungkin untuk mengelola secara berkelanjutan sumber
daya umum tanpa privatisasi (kepemilikan individu) atau manajemen pemerintahan. Sebagai salah satu pergi dari lokal ke regional untuk
bersama global, tantangan berkelanjutan mengelola sumber daya menjadi lebih
kompleks.. Tidak ada individu, yurisdiksi, atau negara memiliki kepentingan
bersama global, dan mereka rentan terhadap berlebihan. Meskipun eksploitasi
bisa mendapatkan manfaat hanya aa sedikit, semua orang di bumi harus membayar
biaya lingkungan dari eksploitasi.
Dunia membutuhkan kebijakan hukum dan ekonomi yang efektif
untuk mencegah degradasi jangka pendek dari global bersama kita dan memastikan
jangka panjang kesejahteraan sumber daya alam kita. Tidak ada perbaikan cepat
karena solusi untuk masalah lingkungan global yang tidak sederhana atau jangka
pendek sebagai solusi beberapa masalah lokal. Sebagian besar penyakit
lingkungan terkait erat dengan masalah persisten lainnya seperti kemiskinan,
kelebihan penduduk, dan masalah ketidakadilan sosial di luar kemampuan satu
bangsa untuk menyelesaikan. Banyaknya peserta yang harus mengatur, menyepakati
batas, dan menegakkan aturan mempersulit pembuatan perjanjian global untuk
mengelola dunia bersama. Perbedaan budaya dan ekonomi antara peserta membuat
menemukan solusi bahkan lebih menantang.
Jelas, semua orang, bisnis, dan pemerintah harus menumbuhkan
rasa tanggung jawab pengelolaan bersama untuk perawatan berkelanjutan dari
planet kita. Kerjasama dan komitmen di tingkat internasional sangat penting
jika kita ingin mengentaskan kemiskinan, menstabilkan populasi manusia, dan
melestarikan lingkungan dan sumber daya untuk generasi mendatang.
2.2 TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN
Hasil
analisis kita sampai sekarang adalah bhwa hanya manusia mempunyai tanggung
jawab moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya
dapat dianggap sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup melampaui
status alaminya dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam
konteks ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau
memamfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak
dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya. Kegiatan ekonomisnya harus
harus memugkinkan pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika
untuk tanggung jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu
disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda.
Etika adalah penilaian terhadap tingkah laku atau
perbuatan. Etika bersumber pada kesadaran dan moral seseorang. Etika biasanya
tidak tertulis. Namun ada etika yang tertulis, misalnya etika profesi, yang
dikenal sebagai kode etik.
Etika
merupakan suatu cara pandang dan kontruksi nilai yang mendasari sikap dan
perilaku manusia dalam memperlakukan alam dan lingkungannya. Sony Keraf (2002),
Etika merupakan sebuah refleksi krisis tentang norma dan nilai atau prinsip
moral yang dikenal umum selama ini dengan kaitannya dengan lingkungan, cara
pandang manusia dengan manusia, hubungan antara manusia dengan alam, serta
perilaku yang bersumber dari cara pandang ini. Etika lingkungan diartikan
sebagai refleksi kritis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang selama
ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterpakan secara lebih luas dalam
komunitas biotis atau komunitas ekologis.
Kesimpulannya,
etika lingkungan adalah refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan
manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu
lingkungan hidup, termasuk pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang
memberi dampak pada lingkungan.
Arne Naess
(Sonny Keraf, 2002) menegaskan, krisis lingkungan dewasa ini hanya dapat
diatasi dengan melkukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap
alam secara fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan manusia adalah sebuah
pola/gaya hidup baru yuang tidak hanya menyangkut orang per orang tetapi juga
masyarakat secara keseluruhan.
Etika lingkungan, pada dasarnya adalah perbuatan apa
yang dinilai baik untuk lingkungan dan apa yang tidak tidak baik bagi
lingkungan. Etika lingkutan bersumber pada pandangan seseorang tetang
lingkungan.
Prinsip-prinsip etika lingkungan mengatur sikap dan
tingkah laku manusia dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip tersebut adalah
prinsip tidak merugikan, tidak campur tangan, kesetiaan, dan keadilan
a.
Prinsip tidak merugikan
(the rule of Nonmaleficence), yakni tidak merugikan lingkungan, tidak menghancurkan
populasi spesies atau pun komunitas biotic.
b.
Prinsip tidak campur
tangan (the rule of noninterference), yakni tidak memberi hambatan kepada
kebebasan setiap organisme, yaitu kebebasan mencari makan, tempat tinggal, dan
berkembang biak.
c.
Prinsip kesetiaan (The
rule of fidelity) yakni tidak menjebak, menipu, atau memasang perangkap
terhadap makhluk hidup untuk semata-mata kepentingan manusia.
d.
Prinsip keadilan (the
Rule of Restitutive Justice), yakni mengembalikan apa yang telah kita rusak dengan
membuat kompensasi.
Beberapa
contoh tindakan tindakan yang sesuai dengan etika lingkungan adalah sebagai
berikut :
1. Membuang
sampah (missal bungkus permen) pada tempatnya. Jika belum ditemukan tempat
sampah, bungkus permen itu hendaknya dimasukkan ke saku terlebih dahulu sebelum
di buang pada tempatnya.
2. Menggunakan
air secukupnya. Jika tidak sedang digunakan, matikan keran. Dari keran yang
menetes selama semalam, dapat ditampung air sebanyak 5- 10 liter, cukup untuk
minum bagi dua orang dalam sehari. Ingat, sesungguhnya air itu tidak hanya
untuk manusia, tetapi juga untuk makhluk hidup lainnya.
3. Hemat
energi. Mematikan lampu listrik jika tidak digunakan. Jika kamu memasak air,
kecilkan api kompor tersebut segera setelah air mendidih. Menurut hukum fisika,
jika air mendidih, suhunya tidak dapat ditingkatkan lagi. Menggunakan api
kompor besar ketika air sudah mendidih hanya memboroskan bahan bakar.
4. Tidak
membunuh hewan yang ada di lingkungan, menangkap, atau memeliharanya
5. Tidak memetik daun, bunga, ranting, atau
menebang pohon tanpa tujuan yang jelas dan bermanfaat.
6. Gemar
menanam bunga, merawat tanaman, melakukan penghijauan.
7. Mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan
8. Mengembalikan
hewan atau tumbuhan ke habitat aslinya.
2.3 TIGA
TEORI ETIKA LINGKUNGAN
1.
Antroposentrisme
Teori
antroposentrisme berpendapat bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta.
Manusia memiliki hak, kepentingan dan nilai atas alam. Sehingga manusia
memiliki kebebasan penuh untuk memanfaatkan alam, mengeksploitasinya untuk
pemenuhan kebutuhan manusia. Karena manusia adalah penguasa tunggal atas alam.
Teori ini
diperkuat dengan paradigma ilmu Cartesian yang bersifat mekanistik reduksionis,
dimana adanya pemisahan yang tegas antara manusia sebagai subjek dan alam
sebagai objek ilmu pengetahuan yang menyebabkan terjadinya pemisahan antara
fakta dengan nilai. Adalah tidak relevan jika menilai baik buruk ilmu
pengatahuan dan teknologi beserta segala dampaknya dari segi moral dan agama.
Antroposentrisme melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian
sama sekali terhadap alam.
2.
Biosentrisme
Teori
biosentrisme memandang setiap bentuk kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai
dan berharga bagi kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi
dirinya sendiri sehingga pantas dan perlu mendapat penghargaan dan kepedulian
moral atas nilai dan harga dirinya itu, terlepas apakah ia bernilai tidak bagi
manusia. Harus ada perluasan lingkup diberlakukannya etika dan moralitas untuk
mencakup seluruh kehidupan di alam semesta. Etika seharusnya tidak lagi
dipahami secara terbatas dan sempit yang berlaku pada komunitas manusia, tetapi
etika berlaku bagi seluruh komunitas biotic, baik manusia maupun makhluk hidup
lainnya.
3. Ekosentrisme
Teori
Ekosentrisme mengembangkan wilayah pandangan etika pada seluruh komunitas
ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara ekologis, sistem alam semesta
dibentuk dan disusun oleh sistem hidup (biotic) dan benda-benda abiotik yang
saling berinteraksi satu sama lin. Masing-masing saling membutuhkan dan
memiliki fungsi yang saling mengisi dan melengkapi. Kewajiban dan tanggung
jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup, melainkan juga berlaku
bagi seluruh entenitas ekologis.
Implementasinya
yaitu gerakan Deep Ecology (DE) yang mengupayakan aksi-aksi konkret dari
prinsip moral etika ekosentrisme secara komprehenseif menyangkut seluruh kepentingan
elemen ekologis, tidak sekedar sesutau yang instrumental dan ekspansif seperti
pada antroposentrisme.
Kaitannya dengan ekologi, adanya paham environmentalisme
yang berkeyakinan bahwa lingkungan haruslah dipertahankan dan dilindungi dari
kerusakan akibat ulah manusia. Pandangan ini terdisi dari pandangan
pragmatic yaitu untuk mengeksploitasi berbagai sumber daya alam, sumber-sumber
itu terkadang harus dilestarikan, pandangan kedua yaitu preservasionisme dimana
melibatkan perubahan cara berfikir yang lebih fundamental, gagasan bahwa alam
memiliki nilai intrinsic dan harus dilindungi demi alam itu sendiri]
2.4 DASAR-DASAR
ETIKA DAN KESADARAN LINGKUNGAN
Miller
(1982 489)mengidentifikasikan dasar-dasar/pendekatan etika lingkungan , yaitu:
a. Dasar Pendekatan Ekologis, pemahaman
adanya keterkaitan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa
lalu. Sekarang dan yang akan dating, akan memberi dmapak yang tak dapat
diperkirakan.
b. Dasar Pendekatan Humanisme,
menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan
manusia lain atas sumber daya alam.
c. Dasar Pendekatan Teologis, bersumber pada agama yang
nilai-nilai luhur dan mila ajarannya menunjukan bagaimana alam sebenarnya
diciptakan dan bagaimana sebenarnya kedudukan dan fungsi manusia serta
interaksi yang selayaknyaterjalin antara alam dan manusia.
Miller pun mengidentifikasikan Empat tingkat kesadaran
lingkungan :
a.
Polusi,
sebagai penanda mulai adanya krisis lingkungan akibat pola hidup dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.
Populasi
yang melimpah (overpopulation), peningkatnan jumlah populasi manusia berdampak
meningkatnya pola hidup dan jumlah konsumsi yang bverujung pada bertambahnya
krisis lingkungan.
c.
Krisis
bumi, semakin kompleksnya krisis lingkungan di masyarakat yang berubah menjadi
krisis lingkungan secara global.
d.
Keberlanjutan
bumi, krisi lingkungan tidak lagi merupakan masalah lingkungan fisik, tetapi
merambat ke masalah ekonomi, politik, social budaya dan keamanan dunia. Manusia
lantas mulai berfikir dan terbuka matanya atas suatu kebutuhan berkelanjutan
generasi (spesies) manusia yng memunculkan tuntutan bagaimana menciptakan
proses berkelanjutan bumi (Miller, 1982: 485-488).
2.5 CARA
BERETIKA TERHADAP ALAM/LINGKUNGAN
1
KEMBALI
KE ALAM (BACK TO NATURE)
Penghancuran
terhadap lingkungan yang menyebabkan hancurnya habitat yang ada merupakan
factor paling utama sebagai penyebab kepunahan. Cara yang terbaik yang dapat
dilakukan adalah melindungi lingkungan tempat tinggal mereka. Sekitar 6%
permukaan di dunia saat ini telah dijadikan sebagai kawasan yang dilindungi,
demikian halnya dengan satu benua penuh yaitu Antartika yang menjadi
satu-satunya daratan di bumi yang telah berhasil dilindungi dari introduksi
spesies asing terutama kerena sedikit makhluk hidup asing yang dapat bertahan
di sana. Di bawah perjanjian-perjanjian internasional yang melindungi benua
itu, mengintroduksi bakteri sekalipun dilarang. Banyak ekolog yang berpendapat
bahwasanya total area bumi yang dibutuhkan untuk dijadikan kawasan yang
dilindungi adalah sekitar 10%, tapi 6% sudah merupakan awal yang baik. Costa
Rica secara luar biasa menyediakan lahan 27% dari keseluruhan luas Negara untuk
dirancang sebagai Taman Nasional dan cagar alam. Di Amerika penyediaan lahan
hanya mencapai 10%. Lalu, bagaimana dengan di Indonesia?
Secara
sepintas saja masyarakat Indonesia tentu melihat kurangnya pengoptimalan cagar alam
dan taman nasional di Indonesia. Akan tetapi jangan melihat dari upaya-upaya
yang dilakukan beberapa pihak tentang pelestarian cagar alam. Namun ambisi
kepentingan-kepentingan sepihak yang menyebabkan pembukaan hutan yang ‘disulap’
menjadi perkebunan dan pertanian atau bahkan pemukiman warga masih sering
sekali terjadi demi kepentingan investasi. Oleh karena itu adanya keseimbangan
pelaksanaan dengan system yang ada pada suatu wilayah dirasa perlu untuk
ditegaskan agar kepentingan-kepentingan ekonomi dapat diselenggarakan secara
lebih harmonis terhadap alam.
Selain
pelaksanaan terhadap perlindungan lingkungan alamiah, manusia pun perlu
melakukan perubahan pola hidup yang selaras dengan keseimbangan alam.
Pengurangan konsumsi pada pemakaian bahan-bahan kimia serta penghematan air,
pemanfaatan lingkungan dan meminimalisir penggunaan fasilitas yang dapat
menyebabkan polusi seperti halnya menggunakan sepeda untuk pengurangan polusi
udara. Kegiatan ini tidak merupakan promosi lingkungan hidup saja, tetapi merupakan
sasaran kehidupan manusia untuk kebaikan hidupnya di masa depan. Tentunya hal
ini akan sangat lebih mudah dilakukan dengan adanya penegasan pemerintah yang
memberikan kompromi untuk turut aktif dalam penegasan mencanangkan “hari bebas
polusi” sehingga mempermudah terjadinya perubahan gaya hidup masyarakatnya.
2
MENETAPKAN
HUKUM
Sejak
tahun 1970-an sejumlah konvensi internasional telah ditetapkan untuk mengatasi
masalah polusi udara dan perubahan iklim serta masalah-masalah lingkungan
lainnya. Walaupun perjanjian tersebut tidak sempurna namun beberapa diantaranya
telah terbukti berguna. Protocol Montreal mengenai Substansi Perusak
Lapisan Ozon ditandatangani tahun 1987 dan diperkokoh tahun 1990 dan 1992, yang
merupakan salah satu perjanjian internasional yang paling sukses di bidang
lingkungan yaitu mengehentikan poroduksi zat-zat kimia perusak ozon paling
lambat tahun 2006. Demikian halnya di Indonesia, adanya aturan dan larangan
yang telah dibuat pemerintah sebagai upaya dan dukungan terhadap perlindungan
alam liar yang kondisinya sangat mengkhawatirkan. Namun tidak sedikit pula
kurangnya penegasan dalam implementasi pelaksanaan tersebut, seperti kurangnya
biaya yang menjadi factor yang sangat berpengaruh dalam pelestarian lingkungan
yang ada.
Kini sudah
tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup memang mulai
disadari sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di
mana-mana ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup.
Di beberapa Negara di Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki
sebagian program pokok memperjuangkan kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang
lingkungan hidup sebagai masalah keadilan social para individu masing-masing
tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja.
Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua terwujud
dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada
taraf perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini
tidak begitu tajam. Masalah lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua.
Jika ada kesadaran umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan
Kepedulian moral diperluas, sehingga mencakup komunitas ekologis
seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Ekosentrisme yang semakin diperluas
dalam deep ecology dan ecosophy, sangat menggugah pemahaman manusia tentang
kepentingan seluruh komunitas ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru
yang tidak berpusat kepada manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan
kehidupan dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Yang
menjadi pusat dunia moral bukan hanya lagi manusia, melainkan semua spesies,
termasuk spesies bukan manusia. Deep ecology bukan hanya sekedar pemahaman
filosofis tentang lingkungan hidup, melainkan sebuah gerakan konkrit dan
praktis penyelamatan lingkungan hidup. Inilah pandangan yang sebaiknya kita
kembangkan secara konsisten.
Bumi adalah tempat kehidupan yang terbatas,
sumber-sumber dayanya juga
terbatas. Manusia yang terlibat, baik dalam memelihara ataupun merusak ekosistem bumi, bisa
menentukan arah dan kebijakan perilakunya.
Sehingga dengan kesadarannya itu, manusia mampu menyiasati
penggunaan sumber daya alam –yang tersedia di alam dalam jumlah yang terbatas- secara efisien dan
hemat. Manusia wajib bersikap hemat dalam
mendayagunakan sumber daya
alam. Sebab sumber daya alam itu terbatas, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Misalnya minyak bumi, gas, batu bara dan
lain-lain. Pemanfaatan
sumber daya alam yang tersedia sepantasnya dikelola secara bijaksana sepanjang keperluan
manusia dan tidak menggunakannya secara
berlebih-lebihan, yang akhirnya dapat menyebabkan bencana dan kerusakan alam.
Sejumlah cara yang dapat dilakukan manusia yang berkaitan dengan etika lingkungan.
1. Konservasi : menjaga/membatasi sumber daya alam.
Maksudnya, manusia harus menghilangkan pandangan bahwa bumi merupakan SDA yang tidak terbatas sehingga manusia dapat menggunakan seenaknya
2. Meyakini bahwa manusia merupakan bagian dari alam, dengan cara:
a. Tidak mengeksploitasi SDA secara berlebihan
b. Tidak merusak alam sekitar
c. Memperbaiki kerusakan SDA akibat eksploitasi berlebihan dan menyadari bahwa eksploitasi mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan
3. Mendukung dan menjamin bahwa lingkungan dapat meneruskan fungsinya untuk kelangsungan hidup semua makhluk dengan menghormati alam
4. Mengelola sistem lingkungan dengan menggunakan ilmu dan tekhnologi yang ramah lingkungan
Penerapan etika lingkungan
Sejumlah cara yang dapat dilakukan manusia yang berkaitan dengan etika lingkungan.
1. Konservasi : menjaga/membatasi sumber daya alam.
Maksudnya, manusia harus menghilangkan pandangan bahwa bumi merupakan SDA yang tidak terbatas sehingga manusia dapat menggunakan seenaknya
2. Meyakini bahwa manusia merupakan bagian dari alam, dengan cara:
a. Tidak mengeksploitasi SDA secara berlebihan
b. Tidak merusak alam sekitar
c. Memperbaiki kerusakan SDA akibat eksploitasi berlebihan dan menyadari bahwa eksploitasi mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan
3. Mendukung dan menjamin bahwa lingkungan dapat meneruskan fungsinya untuk kelangsungan hidup semua makhluk dengan menghormati alam
4. Mengelola sistem lingkungan dengan menggunakan ilmu dan tekhnologi yang ramah lingkungan
Menurut
UU pengelolaan Lingkungan Hidup, peran dan fungsi pemerintah dalam pengelolaan
lingkungan hidup :
a. Bertanggung jawab saat mengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup
b. Meningkatkan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
c. Mengembankan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup
d. Menyebarluaskan informasi lingkungan hidup kepada masyarakat
e. Memberi penghargaan bagi orang yang berjasa dalam pengelolaan lingkungan hidup dan memberi hukuman bagi yang merusaknya
Peran Organisasi/Institusi dalam pengelolaan lingkungan
a. Memberikan pendidikan lingkungan hidup kepada masyarakat.
b. Meneliti masalah lingkungan hidup dan hasilnya disebarluaskan kepada masyarakat.
c. Mengontrol pemerintah dalam pelaksanaan UU pengelolaan lingkungan hidup.
d. Berperan aktif sebagai mitra regulator dalam memberikan informasi mengenai lingkungan hidup kepada masyarakat.
e. Membantu menyelesaikan masalah lingkungan hidup dalam masyarakat
Peran Individu dalam pengelolaan lingkungan
a. Mematuhi kebijakan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
b. Tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan.
c. Saling mengingatkan apabila ada yang melakukan kegiatan yang merusak lingkungan.
d. Menyayangi binatang dan tumbuhan sehingga terhindar dari kepunahan.
Peran Pengelolaan Lingkungan dalam keluarga
a. Menanam dan memelihara tanaman di pekarangan rumah
b. Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya
c. Memberikan tanggung jawab pada tiap angggota keluarga untuk membersihkan rumah secara rutin
Peranan dalam Lingkungan Pendidikan /Sekolah/Universitas
a. Pembahasan atau mengenai lingkungan hidup
b. Pengelolaan sampah
c. Penanaman pohon
Peranan di Lingkungan Masyarakat
a. Membuang sampah pada tempat pembuangan sampah akhir secara berkala
b. Memisahkan sampah organik dan anorganik
c. Melakukan gotong royong secara berkala
d. Mendaur ulang sampah yang dapay diperbaharui
a. Bertanggung jawab saat mengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup
b. Meningkatkan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup
c. Mengembankan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup
d. Menyebarluaskan informasi lingkungan hidup kepada masyarakat
e. Memberi penghargaan bagi orang yang berjasa dalam pengelolaan lingkungan hidup dan memberi hukuman bagi yang merusaknya
Peran Organisasi/Institusi dalam pengelolaan lingkungan
a. Memberikan pendidikan lingkungan hidup kepada masyarakat.
b. Meneliti masalah lingkungan hidup dan hasilnya disebarluaskan kepada masyarakat.
c. Mengontrol pemerintah dalam pelaksanaan UU pengelolaan lingkungan hidup.
d. Berperan aktif sebagai mitra regulator dalam memberikan informasi mengenai lingkungan hidup kepada masyarakat.
e. Membantu menyelesaikan masalah lingkungan hidup dalam masyarakat
Peran Individu dalam pengelolaan lingkungan
a. Mematuhi kebijakan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
b. Tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan.
c. Saling mengingatkan apabila ada yang melakukan kegiatan yang merusak lingkungan.
d. Menyayangi binatang dan tumbuhan sehingga terhindar dari kepunahan.
Peran Pengelolaan Lingkungan dalam keluarga
a. Menanam dan memelihara tanaman di pekarangan rumah
b. Membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya
c. Memberikan tanggung jawab pada tiap angggota keluarga untuk membersihkan rumah secara rutin
Peranan dalam Lingkungan Pendidikan /Sekolah/Universitas
a. Pembahasan atau mengenai lingkungan hidup
b. Pengelolaan sampah
c. Penanaman pohon
Peranan di Lingkungan Masyarakat
a. Membuang sampah pada tempat pembuangan sampah akhir secara berkala
b. Memisahkan sampah organik dan anorganik
c. Melakukan gotong royong secara berkala
d. Mendaur ulang sampah yang dapay diperbaharui
Sebagai makhluk hidup yang membutuhkan
lingkungan, manusia memiliki kewajiban untuk menghormati, menghargai dan
menjaga nilai-nilai yang terkandung di dalam lingkungan. Mengapa? Karena
manusia itu sendiri adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan lingkungan.
Manusia adalah bagian dari lingkungan. Perilaku positif manusia dapat
menyebabkan lingkungan tetap lestari sedangkan perilaku negatifnya dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan.
Etika manusia terhadap sesuatu adalah
kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lain.
Etika berisikan aturan tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik sebagai
manusia, perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia untuk
mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang
dianggap baik dan penting. Dengan demikian etika berisi prinsip-prinsip moral
yang harus dijadikan pegangan dalam menuntun perilaku.
Etika lingkungan hidup memfokuskan
tentang perilaku manusia terhadap alam serta hubungan antara semua
kehidupan alam semesta. Etika lingkungan (etika ekologi) adalah pendekatan
terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai
keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti
dan makna yang sama. Prinsip etika lingkungan adalah: semua bentuk kehidupan
memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan
karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang.
Etika Lingkungan berasal dari dua kata,
yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau
kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi,
etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di
nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan
kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan
atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia
dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan
moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan
agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat
sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Etika lingkungan dapat dikategorikan kedalam
etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika
yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia,
sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan
lingkungan untuk kepentingan semua mahluk. Etika lingkungan dapat dibedakan
menjadi etika lingkungan dangkal (shallow environmental ethics), etika
lingkungan moderat (moderate environmental ethics) dan etika lingkungan dalam
(deep environmental ethics). Di sini hanya akan dibicarakan yang pertama dan
yang ketiga. Karena yang kedua merupakan peralihan antara yang pertama dabn
yang kedua.
Etika Lingkungan Dangkal (Shallow
environmental ethics)
Etika lingkungan dangkal merupakan pendekatan
terhadap lingkungan yang menekankan fungsi lingkungan sebagai sarana
penyelenggaraan kepentingan manusia dan bersifat antroposentris. Etika
lingkungan dangkal biasa diterapkan pada filsafat rasionalisme dan
humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik. Dalam hal ini, alam hanya
dipandang sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Pokok-pokok penekanan dalam etika antroposentris adalah sebagai berikut.
Pokok-pokok penekanan dalam etika antroposentris adalah sebagai berikut.
- Manusia terpisah dari alam.
- Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
- Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
- Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.
- Norma utama adalah untung rugi.
- Mengutamakan rencana jangka pendek.
- Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya di negara miskin.
- Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
Jenis
etika antroposentris.
- Etika antroposentris yang menekankan segi estetika alam (etika lingkungan harus dicari pada kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika).
- Etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus (mendasarkan etika lingkungan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia).
Tokoh:
Eugene Hargrove dan Mark Sagoff.
Etika Lingkungan Dalam (Deep Environmental Ethics)
Dalam
pandangan etika ini, alam sesungguhnya memiliki fungsi kehidupan, patut
dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik (etika lingkungan
ekstensionisme atau preservasi). Karena alam disadari sebagai penopang
kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk
memelihara alam demi kepentingan bersama, kepentingan manusia dan kepentingan
alam itu sendiri.
Berikut adalah hal-hal yang ditekankan dalam etika lingkungan.
Berikut adalah hal-hal yang ditekankan dalam etika lingkungan.
- Manusia adalah bagian dari alam
- Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang
- Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang
- Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
- Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
- Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati
- Menghargai dan memelihara tata alam
- Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
- Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara.
Jenis-jenis
etika lingkungan dalam.
- Etika Neo-Utilitarisme. Etika ini merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy Bentham yang dipelopori Pete Singer yang menekankan kebaikan untuk semua sehingga kebaikan etika lingkungan ditujukan untuk seluruh mahluk.
- Etika Zoosentrisme. Etika ini menekankan perjuangan hak-hak binatang (pembebasan binatang) dengan tokoh Charles Brich. Menurut etika ini, binatang memiliki hak menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan dan menjadikan rasa senang/penderitaan binatang sebagai salah satu standar moral.
- Etika Biosentrisme. Etika ini menekankan kehidupan sebagai standar moral dengan salah satu tokohnya adalah Kenneth Goodpaster. Hal yang dijadikan tujuan bukanlah rasa senang atau menderita tetapi kemampuan atau kepentingan untuk hidup. Dengan menjadikan kepentingan untuk hidup sebagai standar moral, maka yang dihargai secara moral bukan hanya manusia dan hewan, melainkan seluruh makhluk hidup yang ada.
- Etika Ekosentrisme. Etika ekosentrisme menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu mamiliki keterkaitan satu sama lain secara mutual dan memandang bumi sebagai suatu pabrik terintegrasi berisi organsime yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ekosentrisme mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
- Hak Asasi Alam. Makhluk hidup selain manusia tidak memiliki hak pribadi, namun makhluk hidup membutuhkan ekosistem atau habitat untuk hidup dan berkembang.Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian alam ini. Maka mereka juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai intrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan binatang sebagai obyek eksperimen tidak dapat dibenarkan.
Beberapa
prinsip yang dapat menjadi pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam
berhadapan dengan alam.
- Sikap Hormat terhadap Alam (Respect For Nature). Hormat terhadap alam merupakan prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Setiap anggota komunitas ekologis, termasuk manusia, berkewajiban menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies serta menjaga keterkaitan dan kesatuan komunitas ekologis.
- Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility For Nature). Manusia mempunyai tanggung jawab terhadap alam semesta (isi, kesatuan, keberadaan dan kelestariannya).
- Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity). Prinsip solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian yang menyatu dari alam semesta dimana manusia sebagai makhluk hidup memiliki perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain.
- Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring For Nature). Manusia digugah untuk mencintai, menyayangi, dan melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi yang muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.
- Prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu,
- Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
- Prinsip keadilan
- Prinsip demokrasi
- Prinsip integritas moral
BAB III PENUTUP
2.3 Kesimpulan
Jadi
Ecological
Footprint dapat
digunakan sebagai ukuran kemampuan kita dalam mendukung keberlanjutan bumi ini,
dan menjadi indikator terbaik dan efisien dalam mendukung kelangsungan kehidupan.
Alat ukur ini menjadi penting dalam konteks untuk mengetahui apakah kegiatan
konsumsi yang kita lakukan masih dalam batas daya dukung lingkungan ataukah
sudah melampaui ambang, dengan kata lain masih dalam surplus ataukah sudah
dalam defisit (penurunan kualitas) ekologi. Manusia yang terlibat,
baik dalam memelihara ataupun
merusak ekosistem bumi, bisa menentukan arah dan kebijakan perilakunya. Sehingga dengan
kesadarannya itu, manusia mampu menyiasati
penggunaan sumber daya alam–yang tersedia di alam dalam jumlah yang terbatas- secara efisien dan
hemat.
Dunia membutuhkan kebijakan hukum
dan ekonomi yang efektif untuk mencegah degradasi jangka pendek dari global
bersama kita dan memastikan jangka panjang kesejahteraan sumber daya alam kita.
Tidak ada perbaikan cepat karena solusi untuk masalah lingkungan global yang
tidak sederhana atau jangka pendek sebagai solusi Arre beberapa masalah lokal.
Sebagian besar penyakit lingkungan terkait erat dengan masalah persisten
lainnya seperti etika terhadap lingkungan (perilaku), kemiskinan, kelebihan
penduduk, dan masalah ketidakadilan sosial di luar kemampuan satu bangsa untuk
menyelesaikan. Banyaknya peserta yang harus mengatur, menyepakati batas, dan
menegakkan aturan mempersulit pembuatan perjanjian global untuk mengelola dunia
bersama. Perbedaan budaya dan ekonomi antara peserta membuat menemukan solusi
bahkan lebih menantang.
Jelas, semua orang, bisnis, dan
pemerintah harus menumbuhkan rasa tanggung jawab pengelolaan bersama untuk
perawatan berkelanjutan dari planet kita. Kerjasama dan komitmen di tingkat
internasional sangat penting jika kita ingin mengentaskan kemiskinan,
menstabilkan populasi manusia, dan melestarikan lingkungan dan sumber daya
untuk generasi mendatang.
2.4 Saran
Sebaiknya setiap
manusia memilki tanggung jawab yang meliputi: tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, yang berarti keharusan
meningkatkan kemampuan pribadi untuk memusatkan
dirinya pada pemeliharaan alam
dalam rangka menjaga kelestarian
lingkungan. Dan
tanggung
jawab terhadap orang lain yang
merupakan
sikap dan perilaku dalam berhubungan dengan
orang lain dan alam, dengan
terbangunnya individu-individu yang sehat akan mendukung terciptanya masyarakat
yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen ESDM. 2010. Kebijakan Penyediaan,
Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan
Bakar
Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Makalah Seminar.
FP UB-Dirjen ESDM Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral
Environment
(Peter H Raven, Linda R. Berg dan David M. Hassenzahl)"Global
Footprint Network Homepage." Global Footprint Network. www.footprintnetwork.org
Suharto, E. 2009. Membangun
Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan
Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Rafika Aditama.
http://blogs.itb.ac.id/sholihah/2011/08/24/etika-lingkungan/
http://firmandepartment.blogspot.com/2011/12/makalah-etika-lingkungan.html http://www.slideshare.net/iffahsulistyawatihartana/penerapan-etika-lingkungan
http://firmandepartment.blogspot.com/2011/12/makalah-etika-lingkungan.html http://www.slideshare.net/iffahsulistyawatihartana/penerapan-etika-lingkungan